Thursday, June 21, 2012

Kisah Teladan Ummu Rumman


Bismillahirrahmaaniarrahiim...

            Perempuan  ini bernama Zainab atau biasa disebut Di’din , tapi ia lebih sering dipanggil dengan laqab (nama panggilan) Ummu Ruman . Perempuan  ini adalah anak dari Amir bin Uwaimir bin Abdullah Syams bin ‘Iqab dan nasabnya berakhir di Kinanah.

            Ummu Ruman tinggal di wilayah yang bernama As-Sirat , yaitu sebuah dataran berkontur pegunungan dan berbukitan di Jazirah Arabia . Ketika sampai usia akil balig , ia dinikahkan dengan pemuda sedesanya yang bernama Harits bin Sakhbarah bin Jurtsumah Al-Kaher dan kemudian dikaruniai putra yang bernama Ath-Thufail.

            Kemudian Ummu Ruman dan anaknya, Ath-Thufail, dibawa Harits pindah ke Makkah. Di Makkah, keluarga kecil ini tinggal dan mendapat perlindungan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Sayang, Harits tidak dikarunia Allah swt. dengan umur panjang. Ia meninggal setelah setahun tinggal di Makkah .Abu Bakar kemudian menikahi Ummu Ruman dan merawat Ath-Thufail .
Ummu Ruman pun menjadi istri kedua Abu Bakar.
Dari istri pertamanya, Abu Bakar memiliki dua orang anak , yaitu Asma dan Abdullah. Dari pernikahan dengan Ummu Ruman , Abu Bakar pun mendapat dua orang anak , yaitu Aisyah dan Abdurrahman . Selisih usia Asma dan Aisyah sepuluh tahun. Ummu Ruman menyatukan Ath-Thufail, Asma, Abdullah, Aisyah, dan Abdurrahman dalam asuhannya.

            Ummu Ruman masuk Islam ketika Abu Bakar masuk Islam . Jadi  ia termasuk salah satu as-sabiqunal awwalun (kelompok pertama yang masuk Islam) . Seluruh anak-anaknya mengikuti jejaknya masuk Islam, kecuali Abdurrahman. Dengan begitu, rumah Ummu Ruman adalah rumah kedua yang berada dalam naungan Islam setelah rumah Rasulullah saw . Berbagai macam siksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada kaum muslimin di Makkah juga menimpa diri Ummu Ruman . Apalagi ia aktif bahu-membahu dengan suaminya, Abu Bakar, menyelamatkan orang-orang yang telah memeluk Islam ketika itu dari gangguan kafir Quraisy.

            Sebagai ibu , Ummu Ruman sangat disiplin dan berhasil mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang istri , ia sangat menghormati hak-hak suaminya . Dan ia adalah seorang wanita yang menepati janjinya . Sifat-sifat mulia itu terekam dalam peristiwa Rasulullah saat Rasulullah saw meminang Aisyah . Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami. Ia berkata, Abu Salamah dan Yahya menceritakan kepada kami, ketika Khadijah telah meninggal dunia, Khaulah binti Hakim –istri Utsman bin Mazh’un—datang menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah engkau menikah lagi?” Beliau berkata, “Dengan siapa?” Khaulah berkata, “Apabila engkau mau, engkau dapat menikahi seorang gadis, atau seorang janda.” Beliau bertanya, “Siapakah gadis tersebut?” Khaulah menjawab, “Putri hamba Allah Azza wa Jalla yang paling engkau cintai di muka bumi, Aisyah binti Abu Bakar.” Beliau bertanya lagi, “Lalu siapakah janda tersebut?” Khaulah menjawab, “Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman kepadamu dan mengikuti segala yang engkau ucapkan.” Rasulullah berkata, “Kalau begitu pergilah kepada keduanya, dan sebutkan namaku kepada mereka.”

            Khaulah kemudian datang ke rumah Abu Bakar, dan ketika masuk ia berkata, “Wahai Ummu Ruman, kebaikan dan keberkahan apakah yang dicurahkan Allah Azza wa Jalla kepada kalian?” Ummu Ruman bertanya, “Apakah itu?” Khaulah menjawab, “Rasulullah saw. mengutusku meminang Aisyah untuk beliau.” Ummu Ruman berkata, “Kalau begitu, tunggulah sampai Abu Bakar pulang.”

Setelah Abu Bakar tiba, Khaulah menyampaikan maksud Rasulullah saw Setelah mendengan kabar itu , Abu Bakar berkata, “Tunggu sebentar.” Abu Bakar pun keluar rumah . Ummu Ruman berkata kepada Khaulah, “Sesungguhnya Muth’im bin Ady pernah menyebutkan nama Aisyah di hadapan putranya, dan demi Allah, Abu Bakar tidak pernah menjanjikan sesuatu lalu melanggarnya.”
Abu Bakar pergi menemui Muth’im bin Ady. Ternyata Muth’im menarik kembali ucapannya karena khawatir anaknya masuk Islam. Setelah itu, Abu Bakar berkata kepada Khaulah , “Panggillah Rasulullah saw  kemari ” Khaulah pun pergi menjemput Rasulullah saw. Tak lama kemudian Abu Bakar menikahkan Rasulullah saw dengan putrinya, Aisyah, yang ketika itu berusia 6 tahun.

            Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah saw mendapat perintah untuk berhijrah. Abu Bakar diminta Rasulullah saw. mendampingi. Abu Bakar segera menyampaikan hal itu kepada isterinya, Ummu Ruman. Berita itu tidak membuat Ummu Ruman takut, meski ia harus tetap tinggal di Makkah bersama dengan anak-anaknya di bawah ancaman mara bahaya yang mungkin terjadi. Ummu Ruman justru berkata, “Sesungguhnya keluarga Rasulullah saw. harus menjadi teladan kita.”

            Setelah Abu Bakar berangkat mendampingi Rasulullah saw. menuju Madinah, Ummu Ruman tetap melakukan tugas dan perannya seperti biasa. Tak lama kemudian ia menyusul hijrah ke Madinah bersama keluarganya dan keluarga Rasulullah saw , Fathimah, Ummu Kaltsum, Saudah, Zaid bin Haritsah, Abu Rafi’, hamba sahaya Rasulullah saw , Abdullah bin Ariqazh yang diutus Nabi untuk membawa mereka semua ke Madinah . Thalhah bin Abdullah pun turut serta dalam kafilah ini.

            Ketika tiba di Madinah, Ummu Ruman berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau mengingatkan Rasulullah saw. tentang perkara Aisyah?” Maka Abu Bakar segera berangkat menemui Rasulullah saw dan berkata kepadanya , “Tidakkah engkau ingin menggauli keluargamu, ya Rasulullah?” . Kisah selanjutnya Aisyah sendiri yang menceritakannya , Aisyah r.a. berkata, “Nabi Muhammad saw. menikahiku pada saat aku berusia 6 tahun. Kami kemudian pergi ke Madinah dan tinggal di kediaman Bani Harits bin Khazraj, ketika itu saya tidak enak badan dan rambut pun rontok. Ibuku –Ummu Ruman—kemudian mendatangiku yang ketika itu aku berada di sebuah ayunan bersama teman-temanku. Ia kemudian memanggilku. Aku pun mendatanginya meski tidak tahu apa yang ia inginkan dariku . Ia kemudian memegang tanganku dan menghadangku di pintu rumah, hingga aku mulai merasa tidak tenang. Ia kemudian mengambil sesuatu dari air dan mengusapkannya pada wajah dan kepalaku. Ia kemudian memasukkanku ke sebuah rumah yang sudah dipenuhi wanita-wanita Anshar. Mereka berkata, ‘Dengan segala kebaikan dan keberkahan, dan rezeki yang baik.’ Ia kemudian menyerahkanku kepada mereka dan segera mendandaniku, dan hal ini tidak membuatku merasa takut kecuali kedatangan Rasulullah saw. Mereka kemudian menyerahkanku kepada beliau, dan ketika itu aku berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari dalam Kitab Manaqib, hadits nomor 3605)

            Hubungan Rasulullah saw. dan Aisyah mendapat cobaan yang begitu dahsyat. Peristiwa ini juga berat dirasakan oleh Ummu Ruman, ibu Aisyah. Pada tahun keenam Hijriah, kaum munafikin menghembuskan fitnah yang menyerang kehormatan dan kemuliaan Aisyah. Ketika pulang dari memerangi Bani Musthaliq , Aisyah tertinggal rombongan Rasulullah saw. Ada seorang sahabat menemukan Aisyah dan mengantar pulang ke Madinah . Sesampai di Madinah Aisyah sakit. Ia meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk dirawat di rumah ibunya, Ummu Ruman. Ketika itu sebenarnya sang ibu telah mendengar fitnah yang dihembuskan oleh kaum munafikin terhadap kesucian Aisyah . Ia berusaha menyembunyikan kabar itu dari anaknya.
Dari Masruq bin Ajda’ berkata, Ummu Ruman menceritakan kepadaku seraya berkata, ‘Ketika kami sedang duduk bersama Aisyah, tiba-tiba masuk seorang wanita Anshar dan berkata, “Semoga Allah melakukan yang demikian terhadap fulan!” Ummu Ruman kemudian berkata, “Siapakah orang itu?”

            Wanita tersebut berkata, “Ia adalah putraku yang menceritakan desas-desus itu.” Ummu Ruman bertanya , “Apakah desas-desus tersebut ? ” Wanita itu pun menceritakan isu yang merebak di tengah kota berupa tuduhan terhadap Aisyah r.a. Aisyah kemudian berkata, “Apakah Rasulullah saw  telah mendengar berita tersebut?” Ia berkata , “Ya.” Ia bertanya, “Dan Abu Bakar?” Wanita itu menjawab, “Ya.” Mendengar itu, Aisyah pun jatuh pingsan .Ketika sadar , Aisyah menemukan dirinya didera demam yang sangat tinggi . Saya Ummu Ruman , lalu menghamparkan pakaiannya untuk menutupi tubuhnya ” . Tak lama kemudian Rasulullah saw datang dan bertanya  , “Bagaimana kondisi orang ini?” Ummu Ruman menjawab, “Ya Rasulullah , dia didera demam yang sangat tinggi.” Beliau berkata, “Mungkin saja karena desas-desus yang terkait dengan dirinya” Ummu Ruman menjawab“Ya”.

            Aisyah kemudian duduk dan berkata kepada Rasulullah saw., “Kalaupun aku bersumpah, engkau tidak akan mempercayaiku. Dan bila aku mengatakannya, niscaya engkau tidak akan memaafkanku. Perumpamaan diriku dan dirimu bagaikan Ya’qub dan anak-anaknya yang berkata, ‘Dan Allah Maha Penolong atas apa yang kalian ceritakan “ . Ummu Ruman berkata, “Beliau kemudian keluar dan tidak mengatakan apapun hingga Allah menurunkan firmanNya tentang kesucian Aisyah. Aisyah kemudian berkata, ‘Segala puji hanya untuk Allah semata, dan bukan pujian untuk seorang pun, juga tidak untuk dirimu.” (HR. Bukhari dalam Kitab Maghazi, hadits nomor 3828).

Setelah peristiwa itu, di tahun keenam Hijriah itu juga, Ummu Ruman wafat karena sakit yang dideritanya. Rasulullah saw. ikut turun ke dalam kuburannya dan berdoa di sana. Beliau berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat wanita bidadari surga, hendakla     h melihat Ummu Ruman.”

Friday, June 15, 2012

shalawat

Shalawat dan salam untukmu tak surut engkau mensyiarkan Islam, tak mundur engkau menyerukan Tauhid, membuat dirimu dihujat dan dicaci, sehingga
perniagaanmu yang kau rintis sedari muda tidak engkau hiraukan demi membesarkan Allah dan kalimah-Nya yang haq, demi menyadarkan menyelamatkan manusia yang kala itu dipenuhi dengan kemusyrikan, kebatilan, kemaksiatan, kebodohan kepada Agama Allah.

Diawal da'wahmu tiga tahun pertama engkau hanya memiliki pengikut 11 orang, dikala fitnah mengarah kepadamu, hujatan menghujanimu, engkau tetap melangkah, di thaif engkau dihujani batu hingga berdarah, engkau tetap bertahan, dan pada perang uhud gigimu terluka, namun tak surut engkau menebar Risalah, dan pada perang khandak engkau kelaparan, hingga mengganjal batu diperut karena menahan lapar, engkau tetap tegar dan bersabar, Yaa Rosulullaah berapa shalawat yang bisa kami lantunkan?

Betapa jasamu teramat besar, hingga kami umatmu kini dapat mengenal Agama Allah ini, dapat mengenal dhuha, tahajud, Al Fatihah, mengenal sedekah, mengenal dzikir, Bulan Ramadhan, lailatul Qodar, dan semuanya....Yaa Allaah, Yaa Robbi... Hati kami sungguh menjerit atas kekurangan kami mengucap

Shollu alaa Sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam untukmu Yaa Rosulullah, kami semua atas nama jamaah ini lantunkan, Yaa Robb dengan kerendahan hati, kerendahan diri di hadapan-Mu, jadikanlah shalawat ini bernilai sebanyak kedipan mata dan nafas semua mahlukmu ya Allah, karena rasa cinta kami kepada Rosulullah SAW atas smua sgala kekurangan kami, masukanlah kami yang dhoif ini kedalam umatnya kelak di yaumil akhir yg mendapat syafaat, amin.